Sabtu, 06 Maret 2010

C © updated 13122005
► e-ti/korps marinir
Nama:Sersan Anumerta KKO Usman alias Janatin bin Haji Muhammad AliLahir:Tawangsari, Purbalingga, 18 Maret 1943Nama:Kopral Anumerta KKO Harun alias Tohir bin MandarLahir:Pulau Bawean, 4 April 1943Keduanya Wafat:Singapura, 17 Oktober 1968 (Dihukum gantung)Penghargaan:- Bintang Sakti- Pahlawan Nasional

USMAN-HARUN HOME
ENSIKONESIA (ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESI

Usman dan Harun
Pahlawan Nasional Korps Marinir
(HARUN adalah putra Bawean Desa Diponggo Kecamatan Tambak.) Ket. Iling BEKU

Inilah kisah dua patriot Indonesia dari Korps Marinir (KKO) yang dihukum gantung di Singapura, 17 Oktober 1968. Sersan Anumerta KKO Usman alias Janatin bin Haji Muhammad Ali dan Kopral Anumerta KKO Harun alias Tohir bin Mandar. Mereka pejuang dan pahlawan bangsa yang pamrih menyabung nyawa dalam tugas pengabdiannya demi kepentingan bangsa dan negara. Sebagai penghargaan, pemerintah menganugerahkan tanda kehormatan Bintang Sakti dan mengangkat keduanya sebagai Pahlawan Nasional.Berikut ini, kisah kedua patriot bangsa ini, sebagaimana dikirimkan Lettu Marinir Sutrisno, e-mail:
marinir@dnet.net.id ). Dimulai dari masa kecil, saat memasuki dunia militer, pertemuan keduanya dalam operasi dwikora, saat memasuki wilayah Singapura, gagal kembali ke pangkalan, tertangkap dan proses peradilan hingga dihukum gantung.Berangkatlah wahai pahlawan-pahlawan Indonesia, kepergianmu sangat mengharukan, kami semua rela melepasmu. Kami panjatkan doa semoga engkau diterima di sisi-Nya. Jasamu tetap akan kami kenang selama-lamanya. ► e-ti
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

Masa Kecil Usman alias Janatin
Pada masa penjajahan Jepang, di desa Tawangsari Kelurahan Jatisaba Kabupaten Purbalingga, lahirlah seorang bayi bernama Janatin, tepatnya pada hari Minggu Kliwon tanggal 18 Maret 1943 pukul 10.00 pagi. Janatin lahir dari keluarga Haji Muhammad Ali dengan Ibu Rukiah yang kemudian dikenal dengan nama Usman, salah seorang Pahlawan Nasional.

Masa Kecil Harun alias Tohir
Sekitar 15 kilometer sebelah utara kota Pahlawan, Surabaya, tampaklah dari kejauhan sebuah pulau kecil yang luasnya kira kira 4 kilometer persegi. Di pulau ini terdapat tempat yang dianggap keramat, karena di pulau inilah pernah dimakamkan seorang kyai yang sangat sakti dan terkenal di masa itu, yaitu Kyai Bawean. Sehingga tempat yang keramat ini terkenal dengan nama Keramat Bawean.

Pertemuan Dalam Operasi Dwikora
Baru saja TNI AL selesai melaksanakan tugas-tugas operasi dalam mengembalikan Irian Barat ke wilayah kekuasaan RI, timbul lagi masalah baru yang harus dihadapi oleh seluruh bangsa Indonesia, dengan dikomandokannya Dwikora oleh Presiden Sukarno pada tanggal 3 Mei 1964 di Jakarta.

Memasuki Wilayah Singapura
Tanggal 8 Maret 1965 pada waktu tengah malam buta, saat air laut tenang ketiga Sukarelawan iini mendayung perahu, Sukarelawan itu dapat melakukan tugasnya berkat latihan-latihan dan ketabahan mereka.


Gagal Kembali ke Pangkalan
Usaha ketiga Sukarelawan kembali ke pangkalan dengan jalan masing-masing. Tetapi Usman yang bertindak sebagai pimpinan tidak mau melepas Harun berjalan sendiri, hal ini karena Usman sendiri belum faham betul dengan daerah Singapura, walaupun ia sering memasuki daerah inf. Karena itu Usman meminta kepada Harun supaya mereka bersama-sama mencari jalan keluar ke pangkalan.

Tabah Sampai Akhir
Proses pengadilan: Usman dan Harun selama kurang lebih 8 bulan telah meringkuk di dalam penjara Singapura sebagai tawanan dan mereka dengan tabah menunggu prosesnya. Pada tanggal 4 Oktober 1965 Usman dan Harun di hadapkan ke depan sidang Pengadilan Mahkamah Tinggi (High Court) Singapura dengan J. Chua sebagai Hakim. Usman dai Harun dihadapkan ke Sidang Pengadilan Tinggi (High Court) Singapura dengan tuduhan:

Menjalani Hukuman Mati
Pada saat ketiga pejabat Indonesia meninggalkan penjara Changi, Usman dan Harun kembali masuk penjara, tempat yang tertutup dari keramaian dunia. Usman dan Harun termasuk orang-orang yang teguh terhadap agama. Mereka berdua adalah pemeluk agama Islam yang saleh.

Penghormatan Terakhir dan Anugerah
Setelah mendapatkan penghormatan terakhir dari masya rakat Indonesia di KBRI, pukul 14.00 jenazah diberangkatkan ke lapangan terbang dimana telah menunggu pesawat TNI—AU. yang akan membawa ke Tanah Air.