Senin, 27 Oktober 2008

MAS BAWANG

Kubur Mas Bawang secara administratif terletak di Desa Telukdalam Kecamatan Sangkapura Pulau Bawean. Kubur tokoh ini berada di tengah pekuburan umum Desa Teluk Dalam yang terletak di sisi Utara lapangan sepak bola.
Kubur tokoh ini nampak menonjol ditengah pekuburan umum dengan di berinya bangunan cungkup beratap seng yang menaungi kubur tokoh Mas Bawang dan kubur pendamping lainnya yang merupakan kerabat dari si tokoh. Cungkup kubur tersebut tidak memiliki dinding pada keempat sisinya. Di bagian luar cungkup diberi pagar batu berbahan batu kali yang tidak dibentuk dan di tata meninggi tanpa perekat. Pagar batu tersebut berdenah empat persegi panjang dengan lebar 5 M, panjang 13 M dengan tinggi 1 M.
Jirat kubur tokoh ini menjadi satu dengan empat kubur lainnya yang berada di dalam cungkup. Jirat tersebut juga menggunakan bahan batu kali yang tidak dibentuk dan di tata meninggi tanpa perekat. Areal di dalam jirat tersebut lebih tinggi di bandingkan lantai halaman di dalam kompleks pagar. Jirat tersebut berdenah persegi empat panjang dengan memiliki ukuran panjang 323 cm dan lebar 173 cm dengan tinggi dari halaman kubur 24 cm.
Nisan tokoh Mas Bawang menggunakan bahan batu andesit yang tidak mengalami pembentukan. Nisan tersebut berupa batu panjang dengan bentuk persegi empat tidak sempurna yang di tanam berdiri. Nisan ini memiliki ukuran lebar 28 cm, tebal 19 cm, tinggi dari permukaan tanah jirat 43 cm dengan jarak antar nisan 135 cm.
Yang juga menarik dari kompleks kubur Mas Bawang ini adalah ditemukannya batu-batu nisan bergaya bentuk gada maupun demakan berhias di sekitar kubur tokoh.

SEJARAH HUTAN LINDUNG BAWEAN

Oleh: Iling Khairil Anwar, SS.


Bawean sejak jaman penjajahan Belanda telah dikenal memiliki species indemik (hanya ada di pulau ini) yang langkah yaitu Rusa Bawean yang memeiliki nama latin axis kuhli. Sehingga sang penjajahpun merasa bertanggung jawab untuk ikut melestarikannya dengan memberi habitat hidup bagi satwa tersebut berupa kawasan hutan. Pemerintah Indonesia juga merasa berkepentingan untuk ikut melestarikan satwa ini dengan selain memberi habitat hitup yang dilindungi oleh undang-undang, juga menetapkan Rusa Bawean sebagai satwa dilindungi secara hukum. Namun sebagaimana lazimnya penetapan sebuah aturan perundangan di bangsa ini, selalu lemah dalam pensosialisasian secara utuh dan jelas. Masyarakat pada umumnya kurang mengerti keberadaan aturan perundangan dan cakupannya. Bahkan saat ini ada beberapa pihak dan individu yang seolah mengerti tentang aturan perundangan tersebut berbicara dalam banyak kesempatan dengan mewarnai membelokkan aturan sesuai dengan kepentingan pribadinya. Sebagai contoh bahwa kawasan hutan lindung suaka alam dan margasatwa yang ada di Bawean pepohonannya harus ditebangi hingga gundul agar menjadi tanah lapang yang ditumbuhi rumput ilalang. Alasan ini yang sering dijadikan penjarah/pencuri kayu hutan Bawean agar mereka leluasa dalam melakukan aksinya. Padahal berdasarkan hasil penelitian ahli tentang Rusa Bawean di ketahui bahwa rusa ini sangat penakut sehingga lebih menggemari bersembunyi didalam kelebatan rimbunnya hutan. Jika hutan Bawean telah habis berubah menjadi tanah lapang yang ditumbuhi ilalang, akan bersembunyi di mana sang rusa langkah endemik ini. Sementara akibat dari gundulnya hutan di Bawean, masyarakat Bawean telah merasakan dampaknya yang sangat merugikan berupa keringnya mata air di musim kemarau dan lebihnya air hujan yang menjadi banjir. Bahkan longsor dikawasan hutan lindung blok Payung-Payung telah merusak 80-an rumah, mushollah, masjid dan lumbung padi.
Walaupun saya bukan seorang ahli dalam bidang lingkungan, saya cukup prihatin dengan kondisi tersebut. Untuk itu saya akan coba untuk meringkaskan ketentuan perundangan yang mengatur tentang status hutan lindung Bawean sebagai habitat satwa rusa bawean yang berlindung pula. Saya yakin berdasarkan sejarah budaya masyarakat Bawean bahwa apabila kita melindungi rusa bawean, insyaallah kita akan terlindung dari amukan dan amarah Allah S.W.T. yang dikejewantahkan melalui alam Bawean. Bukankah kita tahu bahwa team kelenik sakti mandraguna yang dikirim penguasa orde baru “Soeharto” untuk memenuhi nafsu birahi syahwat kekuasaannya agar dapat menguasai segala-galanya demi mengarungi puncak kenikmatan duniawinya telah gagal mengambil rusa sakti selempang putih di bukit pataonan dalam pertapaannya yang datang ke Bawean dengan terbang diangkasa (tentunya pakai helikopter karena lapangan terbang Bawean hingga kini belum bisa digunakan). Rusa Bawean sakti selempang putih tak mau ikut serta ke istana negara di Jakarta walau disana dijanjikan kemanjaan kenikmatan kenyamanan layanan VVVVVIP. Rusa Bawean sakti selempang putih lebih memilih hidup sederhana di dalam sebuah goa di bukit Pataonan sebagai penjaga pencahaya Bawean. Sebuah simbol atabe idiom lokal.
Pada saat penjajahan Belanda di tahun 1932 hutan di Pulau Bawean seluas ±4556,6 ha yang terdiri dari lima lokasi yaitu Hutan Gunung Mas, Hutan Gunung Besar, Hutan Gunung Payung-Payung, Hutan Gunung Teneden, dan Hutan Alas Timur ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung yang salah satu fungsinya adalah untuk melindungi keberadaan satwa endemik Rusa Bawean (Axis Kuhlii) berdasarkan Besluit van den Directur LNH No. 6788/B Sub.Ia.1.t/m 4 tertanggal 12 Agustus 1932.
Belanda mengembangkan tanaman jati (Tectona grandis) secara bertahap dikawasan hutan lindung dengan alasan tanaman tersebut memiliki nilai ekonomi yang tinggi di banding tanaman hutan lainnya. Penanaman jati semakin meluas, terutama di kawasan Hutan Gunung Payung-Payung dan Gunung Mas kecuali di kawasan hutan primer yang lebat di areal pegunungan yang berjajar persis dibagian tengah pulau. Kawasan hutan yang awalnya bertumbuhan rimba alam, lama kelamaan berubah menjadi hutan jati. Pada tahun 1936 kawasan hutan Pulau Bawean ditetapkan sebagai kawasan hutan produksi yang diserah kelolakan kepada Perhutani KPH Tuban sebagai pengelola utama.
Pada tahun 1960 banyak areal yang bertumbuhan kayu rimba alam di kawasan hutan Bawean ini dikonversi menjadi hutan tanaman jati (kecuali hutan primer). Produksi kayu jati di kawasan Bawean semakin berkembang. Penduduk Bawean pun ikut merasakan hasilnya, bahkan dibeberapa tempat sebagian dari masyarakat Bawean turut mengembangkan tanaman jati pada lahan-lahan miliknya.
Namun dilain pihak, berkembangnya hutan jati telah mengakibatkan populasi rusa Bawean semakin berkurang. Hal ini terungkap dari penelitian Raliegh dan Sumaryoto yang dilakukan selama ± 3 tahun. Berdasarkan usulan kedua peneliti tersebut dengan alasan kekhawatiran rusa Bawean lama kelamaan akan mengalami kepunahan, maka pada tahun 1979 kawasan hutan Bawean akhirnya ditetapkan sebagai kawasan hutan cagar alam seluas 725 ha dan kawasan hutan suaka margasatwa seluas 3831,6 ha.
Penempatan kawasan hutan di pulau Bawean sebagai cagar alam dengan luas 725 ha dan suaka margasatwa dengan luas 3831,6 ha melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 762/Kpts/Um/12/1979 tanggal 5 Desember 1979. Penempatan kawasan hutan ini bertujuan untuk melindungi keberadaan rusa Bawean (Axis kuhlii) agar tidak sampai punah mengingat keberadaan rusa Bawean yang merupakan satwa endemik di pulau Bawean. Rusa Bawean merupakan satwa yang dilindungi sejak tahun 1970 melalui SK Menteri Pertanian No.241/Kpts/Um/8/1970 tanggal 26 agustus 1970 serta diperkuat lagi dengan SK Menteri Kehutanan No. 301/Kpts-II/1991 tanggal 10Juni 1991 dan PP No.7 tahun 1999 tentang pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Penetapan lima lokasi yaitu Hutan Gunung Mas, Hutan Gunung Besar, Hutan Gunung Payung-Payung, Hutan Gunung Teneden, dan Hutan Alas Timur sebagai kawasan hutan lindung cagar alam dan suaka margasatwa tersebut bermakna bahwa kawasan hutan tersebut tidak dibenarkan diganggu oleh manusia dalam bentuk aktifitas mengambil/eksploitasi/mencuri terhadap hasil hutan dalam bentuk apapun maupun melakukan aktivitas bercocok tanam maupun membuka lahan pemukiman didalam areal hutan lindung tersebut.
Mari kita rawat, jaga, lestarikan hutan habitan rusa bawean demi kesejahteraan hidup manusia Bawean itu sendiri atabe kita.