Kamis, 22 Mei 2008

Mandiling Tradisional

Mandiling merupakan salah satu kesenian tradisional Bawean yang hingga kini masih hidup dan dapat kita saksikan di Pulau Bawean. Kesenian Mandiling pada dasarnya merupakan seni berbalas pantun yang dinyanyikan dengan iringan jidor, gong, akordion, guitar, bas dan biola. Namun saat ini Mandiling yang hanya kita temui di Desa Daun hanya diiringi dengan jidor dan gong saja walau konon group Mandiling dari desa ini juga menggunakan alat-alat melodis diatas sebagai musik pengiringnya.
Mandiling dimainkan oleh 1 hingga 4 pasang orang yang secara bergantian menyanyikan pantun sambil menari. Pantun yang dinyanyikan menggunakan Bahasa Bawean sebagai bahasa pengantar yang bersifat berkait (berbalas) antar pantun yang dinyanyikan bergantian. Tema pantun beragam dari persoalan ahlak moral hingga percintaan yang fulgar menggelitik.
Dalam Mandiling tradisional yang berpasangan, pemeran wanita dimainkan oleh orang laki-laki yang berdandan, berpakaian wanita. Tingkah tarian dan pantun si wanita ini yang selalu melahirkan kelucuan dalam pertunjukan. Konon diperankannya tokoh wanita dalam Mandiling oleh orang laki-laki dilandasi pemahaman ajaran Agama Islam masyarakat Bawean yang melarang wanitanya menari dan menyanyi.
Mandiling yang dalam tradisi Bawean ditampilkan dalam hajatan dan dipertontonkan dimuka umum, merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional Bawean yang banyak digemari oleh masyarakat Bawean. Alunan syair pantun yang genit menggelitik selalu mengundang senyum dan tawa dari penonton yang hadir menyaksikan. Iringan musik jidor dan gong yang rancak, tak ayal sering mengundang penonton untuk turut larut menari dan berpantun di pasamoan.

Tidak ada komentar: