Kubur kuna yang dimaksud di sini terletak ditepi jalan lingkar Bawean yang berhimpit dengan garis pantai. Secara administratif lokasi kubur ini termasuk dalam wilayah administratif Desa Pekalongan Kecamatan Tambak. Kubur kuna ini berada di tengah pekuburan umum Dusun Tunjung Desa Pekalongan.
Saat ini kubur kuna ini telah diberi bangunan cungkup kontruksi beton dengan atap asbes tanpa dinding yang merupakan bangunan baru. Jirat kuburnyapun telah ditinggikan dengan batako semen. Pada bagian atas jirat batako ini, ditempatkan jirat berbahan kayu jati yang juga merupakan binaan baru. Jirat ini memiliki ukuran panjang 270 cm, lebar 120 cm dengan tinggi 83 cm. Nisan kuburnya masih mengesankan kekunaan dengan bahan fosil terumbu karang. Nisan kubur ini menggunakan langgam gaya gada dengan bentuk dasar bulat panjang yang diberi hiasan antefik sebagai pembatas antara bidang kaki ke bidang badan, dan pembatas antara bidang badan ke bidang kepala nisan. Nisan ini memiliki ukuran diameter 24 cm, tinggi 43 cm, dengan jarak antar nisan 182 cm.
Keberadaan kubur kuna ini di Bawean baru ramai di bicarakan orang sejak tahun 1995-an. Menurut keterangan masyarakat sekitar, pada awalnya masyarakat sekitar dan Bawean pada umumnya kurang memperhatikan keberadaan kubur tersebut. Namun seiring dengan semakin banyaknya peziarah yang datang dari Jawa ke kubur tersebut, maka mulai berkembanglah cerita tentang keberadaan kubur tokoh tersebut. Berdasarkan keterangan peziarah dari Jawa yang kami temui di lokasi kubur ini, menyatakan bahwa kubur tersebut merupakan kubur tokoh Sunan Bonang, salah seorang dari wali songo yang ada di tanah Jawa. Menurut peziarah tersebut Sunan Bonang meninggal dan dikuburkan dilokasi ini dalam upaya beliau menyiarkan Agama Islam. Namun setelah diketahui oleh para santri dan pengikutnya yang berada di Tuban, mereka bermaksud untuk memindahkan kubur Sunan Bonang dari lokasi di Bawean ke Kota Tuban. Dalam upaya tersebut santri dan pengikut dari Tuban, tidak sepenuh niatan mereka berhasil dilaksanakan, karena yang berhasil dipindahkan hanyalah kain kafannya saja. Sedangkan jasadnya tidak bisa dipindahkan dari Bawean. Namun sebagian peziarah dari Jawa yang datang ke Bawean menyebutkan bahwa kubur Sunan Bonang memang di Bawean. Namun kubur tersebut bukan yang berada di Kecamatan Tambak ini. Melainkan berada di Desa Pudakit Barat Kecamatan Sangkapura yang di Bawean dikenal dengan Jujuk Tampo. Yang mana yang benar ? Saya sendiri sebagai arkeolog tidak dapat memberikan jawaban pasti. Karena kedua pendapat tersebut tidak ditunjang oleh data arkeologis maupun historis.
Peninggalan arkeologi yang menarik disekitar kubur di Bawean ini adalah terdapatnya 4 buah nisan bergaya bentuk gada dan 2 buah berbentuk pipih yang menggunakan bahan batu andesit. Walaupun kubur-kubur tersebut hanya dikenal sebagai kubur para santri tokoh utama di kompleks ini, gaya bentuk nisannya merupakan peninggalan arkeologi yang cukup langkah di Kabupaten Gresik.
Saat ini kubur kuna ini telah diberi bangunan cungkup kontruksi beton dengan atap asbes tanpa dinding yang merupakan bangunan baru. Jirat kuburnyapun telah ditinggikan dengan batako semen. Pada bagian atas jirat batako ini, ditempatkan jirat berbahan kayu jati yang juga merupakan binaan baru. Jirat ini memiliki ukuran panjang 270 cm, lebar 120 cm dengan tinggi 83 cm. Nisan kuburnya masih mengesankan kekunaan dengan bahan fosil terumbu karang. Nisan kubur ini menggunakan langgam gaya gada dengan bentuk dasar bulat panjang yang diberi hiasan antefik sebagai pembatas antara bidang kaki ke bidang badan, dan pembatas antara bidang badan ke bidang kepala nisan. Nisan ini memiliki ukuran diameter 24 cm, tinggi 43 cm, dengan jarak antar nisan 182 cm.
Keberadaan kubur kuna ini di Bawean baru ramai di bicarakan orang sejak tahun 1995-an. Menurut keterangan masyarakat sekitar, pada awalnya masyarakat sekitar dan Bawean pada umumnya kurang memperhatikan keberadaan kubur tersebut. Namun seiring dengan semakin banyaknya peziarah yang datang dari Jawa ke kubur tersebut, maka mulai berkembanglah cerita tentang keberadaan kubur tokoh tersebut. Berdasarkan keterangan peziarah dari Jawa yang kami temui di lokasi kubur ini, menyatakan bahwa kubur tersebut merupakan kubur tokoh Sunan Bonang, salah seorang dari wali songo yang ada di tanah Jawa. Menurut peziarah tersebut Sunan Bonang meninggal dan dikuburkan dilokasi ini dalam upaya beliau menyiarkan Agama Islam. Namun setelah diketahui oleh para santri dan pengikutnya yang berada di Tuban, mereka bermaksud untuk memindahkan kubur Sunan Bonang dari lokasi di Bawean ke Kota Tuban. Dalam upaya tersebut santri dan pengikut dari Tuban, tidak sepenuh niatan mereka berhasil dilaksanakan, karena yang berhasil dipindahkan hanyalah kain kafannya saja. Sedangkan jasadnya tidak bisa dipindahkan dari Bawean. Namun sebagian peziarah dari Jawa yang datang ke Bawean menyebutkan bahwa kubur Sunan Bonang memang di Bawean. Namun kubur tersebut bukan yang berada di Kecamatan Tambak ini. Melainkan berada di Desa Pudakit Barat Kecamatan Sangkapura yang di Bawean dikenal dengan Jujuk Tampo. Yang mana yang benar ? Saya sendiri sebagai arkeolog tidak dapat memberikan jawaban pasti. Karena kedua pendapat tersebut tidak ditunjang oleh data arkeologis maupun historis.
Peninggalan arkeologi yang menarik disekitar kubur di Bawean ini adalah terdapatnya 4 buah nisan bergaya bentuk gada dan 2 buah berbentuk pipih yang menggunakan bahan batu andesit. Walaupun kubur-kubur tersebut hanya dikenal sebagai kubur para santri tokoh utama di kompleks ini, gaya bentuk nisannya merupakan peninggalan arkeologi yang cukup langkah di Kabupaten Gresik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar