Rabu, 18 Juni 2008

Pencak Panganten Bawean

Bawean walaupun luas pulaunya hanya terdiri dari dua kecamatan, dikenal memiliki beragam bela diri tradisional. Diantara beragam jenis bela diri tradisional yang ada, hingga kini masih menggunakan pola latihan yang tradisional dan belum masuk kedalam organisasi Ikatan Pencak Silat Indonesia. Ragam pencak silat tradisional tersebut diantaranya Konto, Pokolan, dan Pencak. Ketiga jenis ini selain bela diri tangan kososng, juga menggunakan permainan senjata seperti belati, pedang, tikpi (trisula), dan tembung (tongkat galah). Dari beragam pencak silat yang ada di Bawean, Pencak Panganten merupakan aliran yang paling menonjolkan keindahan gerak tanpa mengurangi teknik bela diri.
Pencak Panganten dimainkan oleh dua orang yang telah bergelar pandikar (pendekar) pencak yang berlawanan dengan bersenjatakan sebilah pedang. Gerakan-gerakannya cenderung gemulai dan diperlambat walaupun kesemua gerakan merupakan gerakan menyerang lawan dan menghindari serangan dan membalas serangan lawan. Dalam pencak panganten ini saling serang tangkis dan balik menyerang bida berlangsung dalam 3 sampai dengan 10 lapis dalam sekali temmo tabhung. Pendekar yang dinilai tidak bisa menghindari teknik serangan dan kuncian lawannya, dinilai sebagai pihak yang kalah. Kasus seperti yang terkahir ini sangat jarang terjadi. Biasanya dan umumnya Pencak Panganten berakhir dengan keadaan draw berimbang sama jago dan hebatnya.
Pencak Panganten konon hanya dimainkan dihadapan sepasang penganten yang sedang bersanding di pelaminan. Namun saat ini, pertunjukan pencak panganten dihadapan penganten yang sedang bersanding di pelaminan sudah jarang dan nyaris tidak pernah lagi dipertunjukkan. Sebagai musik pengiring dipergunakan dua buah kendang yang dimainkan oleh dua orang dan sebuah gong sebagai element dasar. Sebagai pemanis digunakan kenong. Menurut para pendekar dan tetua Bawean, Pencak Panganten berasal dari Timur Tengah yang diciptakan olah Ali Bin Abutalib dengan ciri pembuka geraknya yang menuliskan lafat Allah dengan ujung pedangnya.
Sebagai upaya merevitalisasi pencak panganten, LEB BEKU Bhei-Bhei mencoba menghadirkan kembali Pencak Panganten dalam prosesi Panganten Adat Bawean yang telah di garap dalam sebuah seni pertunjukan. LEB BEKU Bhei-Bhei juga mengupayakan hidupnya kembali Pencak Panganten dengan mempertunjukkan sebagai pencak penghormatan bagi tamu-tamu penting dan petinggi negara yang datang berkunjung ke Bawean. Kedepan LEB BEKU Bhei-Bhei berharap seni bela diri tradisional pencak panganten dapat berperan sebagai seni pertunjukan penyambutan tamu. Persoalannya adalah, relakah para pendekar pencak Bawean apabila seni pencak panganten dimainkan peragakan oleh anak-anak muda yang makamnya belum sampai pada yahap pendekar ?

Tidak ada komentar: